MAKALAH KEGAWAT DARURATAN KERACUNAN CO DAN IFO
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Karbon monoksida (CO)
merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, dan
non-iritatif, yang densitasnya relatif sedikit lebih rendah dibandingkan dengan
udara. Sumber utama karbon monoksida pada kasus kematian adalah kebakaran,
knalpot mobil, pemanasan tidak sempurna, dan pembakaran yang tidak sempurna
dari produk-produk terbakar, seperti bongkahan arang. Diluar kematian akibat
kebakaran, ada sekitar 2700 kematian yang disebabkan oleh karbon monoksida
setiap tahunnya di AS. Sekitar 2000 dari kasus ini adalah bunuh diri dan
700-nya adalah kecelakaan. Pada kenyataannya seluruh kasus bunuh diri tersebut
melibatkan penghirupan gas buangan mobil. ( Hudak & Gallow, 2000 )
Pada keadaan normal
konsentrasinya di udara ± 0,1 ppm, dan di kota dengan lalulintas padat ± 10 -
15 ppm. Dampak pencemaran oleh gas CO,contohnya : Bagi manusia dampak CO dapat menyebabkan gangguan kesehatan sampai
kematian, karena CO bersifat racun metabolis, ikut bereaksi secara metabolis
dengan hemoglobin dalam darah (Hb).
B.
RUMUSAN
MASALAH
Dengan melihat latar
belakang yang dikemukakan sebelumnya maka beberapa masalah yang akan dirumuskan
dalam makalah ini adalah:
Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien keracunan CO
dan IFO?.
C.
TUJUAN
1.1. Tujuan Umum
Setelah diberikan penjelasan
tentang keracunan CO dan IFO mahasiswa mengetahui asuhan
keperawatan pada pesien dengan kasus keracunan CO dan IFO
1.2. Tujuan Khusus
Setelah
diberikan penjelasan tentang keracunan Karbon Monoksida (CO) dan Insektisida
(IFO),Mahasiswa dapat mengetahui tentang :
1.
Pengertian
CO dan IFO
2.
Penyebab
Keracunan CO dan IFO
3.
Tanada
dan gejala keracunan CO dan IFO
4.
Dan
bagaimana cara mengatasi CO dan IFO
5.
Asuhan keperawatan keracunan CO dan IFO
D. MANFAAT
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk :
1. Tenaga Kesehatan
Bisa
menambah pengetahuan, referensi dan perbendaraan tentang penyakit stroke dan asuhan
keperawatannya, serta bisa memberikan Health Education (HE) kepada mayarakat
awam.
2. Bagi Mahasiswa
Bisa
menambah pengetahuan, referensi, dan perbendaraan tentang penyakit stroke
dan konsep asuhan keperawatannya.
3. Bagi Mayarakat
Masyarakat
bisa mengerti tentang apa itu penyakit stroke, dan bagaimana cara
penanganannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
KONSEP KARBON
MONOKSIDA (CO)
1.1 PENGERTIAN
Karbon
dan Oksigen dapat bergabung membentuk senjawa karbon monoksida (CO) sebagai
hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil
pembakaran sempurna. Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau,
tidak berasal dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna.
Tidak seperti senyawa CO mempunyai potensi bersifat racun yang berbahaya karena
mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu hemoglobin.( Hudak & Gallow,2000)
Sumber utama karbon monoksida pada kasus kematian adalah
kebakaran, knalpot mobil, pemanasan tidak sempurna, dan pembakaran yang tidak sempurna
dari produk-produk terbakar, seperti bongkahan arang. Diluar kematian akibat
kebakaran, ada sekitar 2700 kematian yang disebabkan oleh karbon monoksida
setiap tahunnya di AS. Sekitar 2000 dari kasus ini adalah bunuh diri dan
700-nya adalah kecelakaan. Pada kenyataannya seluruh kasus bunuh diri tersebut
melibatkan penghirupan gas buangan mobil.
Gas alam( tanpa CO) telah digantikan oleh gas arang yang menjadi
bahan bakar dan sumber racun terbesar,Dan CO masih merupakan sumber racun yang
membahayakan. Bahaya tentang CO ini telah bayak dipublikasi,khususnya terhadap
lingkungan dan industri.
1.2 SUMBER
DAN DISTRIBUSI
Karbon
monoksida di lingkungan dapat terbentuk secara alamiah, tetapi sumber utamanya
adalah dari kegiatan manusia, Korban monoksida yang berasal dari alam termasuk
dari lautan, oksidasi metal di atmosfir, pegunungan, kebakaran hutan dan badai
listrik alam.
Sumber
CO buatan antara lain kendaraan bermotor, terutama yang menggunakan bahan bakar
bensin. Berdasarkan estimasi, Jumlah CO dari sumber buatan diperkirakan
mendekati 60 juta Ton per tahun. Separuh dari jumlah ini berasal dari kendaraan
bermotor yang menggunakan bakan bakar bensin dan sepertiganya berasal dari
sumber tidak bergerak seperti pembakaran batubara dan minyak dari industri dan
pembakaran sampah domestik. Didalam laporan WHO (1992) dinyatakan paling tidak
90% dari CO diudara perkotaan berasal dari emisi kendaraan bermotor. Selain itu
asap rokok juga mengandung CO, sehingga para perokok dapat memajan dirinya
sendiri dari asap rokok yang sedang dihisapnya. Sumber CO dari dalam ruang
(indoor) termasuk dari tungku dapur rumah tangga dan tungku pemanas ruang.
Dalam beberapa penelitian ditemukan kadar CO yang cukup tinggi didalam
kendaraan sedan maupun bus.
Kadar
CO diperkotaan cukup bervariasi tergantung dari kepadatan kendaraan bermotor
yang menggunakan bahan bakar bensin dan umumnya ditemukan kadar maksimum CO
yang bersamaan dengan jam-jam sibuk pada pagi dan malam hari. Selain cuaca,
variasi dari kadar CO juga dipengaruhi oleh topografi jalan dan bangunan
disekitarnya. Penggunaan CO dari udara ambien dapat direfleksikan dalam bentuk
kadar karboksi-hemoglobin (HbCO) dalam darah yang terbentuk dengan sangat
pelahan karena butuh waktu 4-12 jam untuk tercapainya keseimbangan antara kadar
CO diudara dan HbCO dalam darah Oleh karena itu kadar CO didalam lingkungan,
cenderung dinyatakan sebagai kadar rata-rata dalam 8 jam pemajanan Data CO yang
dinyatakan dalam rata-rata setiap 8 jam pengukuran sepajang hari (moving 8 hour
average concentration) adalah lebih baik dibandingkan dari data CO yang
dinyatakan dalam rata-rata dari 3 kali pengukuran pada periode waktu 8 jam yang
berbeda dalam sehari. Perhitungan tersebut akan lebih mendekati gambaran dari
respons tubuh manusia tyerhadap keracunan CO dari udara.
Karbon
monoksida yang bersumber dari dalam ruang (indoor) terutama berasal dari alat
pemanas ruang yang menggunakan bahan bakar fosil dan tungku masak. Kadarnya
akan lebih tinggi bila ruangan tempat alat tersebut bekerja, tidak memadai
ventilasinya. Namun umumnya penggunaanya yang berasal dari dalam ruangan
kadarnya lebih kecil dibandingkan dari kadar CO hasil asap rokok.
Beberapa
Individu juga dapat terpengaruh oleh CO karena lingkungan kerjanya. Kelompok
masyarakat yang paling terpengaruh oleh CO termasuk polisi lalu lintas atau
tukang pakir, pekerja bengkel mobil, petugas industri logam, industri bahan
bakar bensin, industri gas kimia dan pemadam kebakaran.
Pengaruh
Co dari lingkungan kerja seperti yang tersebut diatas perlu mendapat perhatian.
Misalnya kadar CO di bengkel kendaraan bermotor ditemukan mencapai setinggi 600
mg/m3 dan didalam darah para pekerja bengkel tersebut bisa mengandung HbCO
sampai lima kali lebih tinggi dari kadar nomal. Para petugas yang bekerja
dijalan raya diketahui mengandung HbCO dengan kadar 4–7,6% (porokok) dan
1,4–3,8% (bukan perokok) selama sehari bekarja. Sebaliknya kadar HbCO pada
masyarakat umum jarang yang melampaui 1% walaupun studi yang dilakukan di 18
kota besar di Amerika Utara menunjukan bahwa 45 % dari masyarakat bukan perokok
yang terpajan oleh CO udara, di dalam darahnya terkandung HbCO melampaui 1,5%.
Perlu juga diketahui bahwa manusia sendiri dapat memproduksi CO akibat proses
metabolismenya yang normal. Produksi CO didalam tubuh sendiri ini (endogenous)
bisa sekitar 0,1+1% dari total HbCO dalam darah. (Yoky Edi Saputro,2009)
1.3 PENYEBAB KERACUNAN GAS
MONOKSIDA
1. Keracunan
terjadi karena sel-sel darah merah mengikat karbon monoksida lebih cepat
dibandingkan dengan oksigen. Sehingga jika ada banyak karbon monoksida di
udara, tubuh akan mengganti oksigen dengan karbon monoksida tersebut. Oksigen
dihambat oleh tubuh sehingga bisa merusak jaringan dan menyebabkan kematian. (Arief,2000)
2. Menggunakan kendaraan atau berada dekat
kendaraan. Sejak gas arang (mengandung 7% CO) dengan gas alam, kejadiaan bunuh
diri berkurang seperti meletakkan kepala di dalam oven untuk mencelakai diri
sendiri, banyak terjadi di Britain dan kota lainnya. Tahun
1961 di UK, terdapat 2711 kasus bunuh diri dan 1014 kasus kecelakaan/kematian
mendadak dengan CO. Dan juga ditemukan CO pada kasus bunuh diri dengan bakar
diri akibat mesin. Bensin menghasilkan 5-7% CO yang terdapat dalam asap, dalam
mesin yang tidak digunakan, juga yang tidak layak pakai. Diesel menghasilkan CO
lebih sedikit dibandingkan bensin, seharusnya CO terurai ke atmosfer sehingga
penyebaran atau distribusi CO dalam jumlah kecil dalam kota besar dan
polisi lalu lintas mungkin sekitar 10% saturasi dalam hemoglobinnya. Tapi jika
dalam tempat yang kecil dan sempit akan sangat berbahaya. Misalnya 1500cc
bensin dalam kendaraan yangtidak digunakan berada di garasi, dapat menghasilkan
CO dengan konsentrasi tinggi dapat mematikan dalam 10 menit. Suatu percobaan
bunuh diri lainnya, dengan hanya duduk dikendaraan dengan jendela terbuka dan
kendaraan dalam garasi. Ada juga akibat terbakarnya mesin kendaraan,
yang efek toksisnya dapat menyebabkan stupor dan
koma. Efek CO juga dapat mengenai supir atau pegendara kendaraan
yang dijalankan. Biasanya disebabkan mesin kendaraan yang rusak dan
penyaringnya bocor, sehinngga CO masuk kedalam lendaraan. Pada
pesawat kecil, biasanya mesin berdekatan dengan kokpit. Dan jika terjadi
kebocoran dapat menyebabkan pilot menjadi lemah dan mati, tetapi tabrakan lebih
dari keracunan CO.
3. Alat-alat rumah tangga yang panas dapat
menghasilkan CO. Bahan bakar berasal dari gas alami yang terbebas dari
monoksida, yaitu sebagian oksidasi dari suatu kerusakan, atau hasil dari gas
itu tersendiri. Bahan bakar padat dipakai untuk sumber panas jika ada kerusakan
pada cerobong asap. Parafin yang panas mungkin terbakar dengan CO yag tidak
adekuat dan hidokarbon lainnya, dan malfungsi ini dapat menyebabkan kebakaran
akibat monoksida. Penyebab lain, karena instalasi gas alami misalnya tidak
adanya timah atau ventilasi yang tidak adekuat , ini dapat menyebabkan
monoksida kembali keruangan. Gas alat rumah tangga, khususnya pemancar air
panas dapat memproduksi CO.
4. Penyebab utama dari kematian monoksida karena
struktur kebakaran dirumah atau gedung lain,penyebab terbesar kematian pada
kebakaran rumah tidak disebabkan karena terbakar tapi
karena menghirup asap. Keadaan fatal ini disebabkan karena keracunan
CO, walaupun gas-gas lain seperti sianida, phosgene dan acrolein sebagian turut
berperan. Kebanyakan korban dari kebakaran rumah, mati jauh dari
pusat api, yang mungkin terdapat pada ruangan berbeda atau lantai yang berbeda,
jaringan monoksida pada jarak jauh dan membunuh manusia walaupun sedang tidur
atau terperangkap pada saat di dalam gedung.
5. Pada proses industri dapat meninggalkan
keracunan monoksida khususnya pada pekerja besi dan baja, yang menhasilkan gas
dan gas air yang dengan sengaja dihasilkan dari hasil pabrik. Gas air dapat
terdiri dari > 40% CO dan tiap harinya membentuk gas kekota untuk kebutuhan
rakyat, yang menambah kadar monoksida 7% dari batubara. Proses industri lain
seperti metode “the Mond“ yang memproduksi nikel, menggunakan CO, sama seperti
pada umumnya bahaya dari pemanasan proses produksi dimana pembentukan gas
selama pembakaran pada penambangan batu bara, CO adalah salah satu gas yang
menghasilkan ancaman yang jelas, yang keluar dari lapisan-lapisan batu bara
tapi yang dihasilkan dari asap hasil pembakaran pada proses penambangan.
6.
Pembakaran yang tidak sempurna pada gas api
dari beberapa bahan bakar gas yang menghasilkan CO, seperti api mengenai
permukaan logam dingin atau permukaan yang dilapisi dengan jelaga, oksidasi
sebagian dari batubara mengasilkan monoksida. Pada pemakaian batubara dari
sumber butane atau propane, camper dan boats, dapat memperburuk ventilasi yang
secara lambat dan berbahaya menghasilkan monoksida. Kematian seluruh
keluarga pernah terjadi pada keadaan ini, dimana mereka terekspos sepanjang
malam terakumulasi secara lambat oleh CO dari refrigerator dan alat lain.
1.4 TANDA
ATAU GEJALA KERACUNAN GAS MONOKSIDA
Keracunan gas CO
atau karbon monoksida sukar didiagnosa. Gejalanya mirip dengan flu yaitu
didahului dengan sakit kepala, mual, muntah, lelah, lesi pada kulit,
berkeringat banyak, pyrexia, pernapasan meningkat, mental dullness dan
konfusion, gangguan penglihatan, konvulsi, hipotensi, myocardinal, dan
ischamea.
Kemungkinan terjadi
kematian akibat sukar bernafas sangat tinggi. Kematian terhadap kasus keracunan
karbon monoksida disebabkan oleh kurangnya oksigen pada tingkat selular
(cellular hypoxia).
Sel
darah merah tidak hanya mengikat oksigen melainkan juga gas lain. Kemampuan
atau daya ikat ini berbeda untuk satu gas dengan gas lain. Sel darah merah
mempunyai ikatan yang lebih kuat terhadap karbon monoksida dari pada oksigen.
Sehingga jika terdapat CO dan O2, sel darah merah akan cenderung berikatan
dengan CO.
Bila
terhirup, karbon monoksida akan terbentuk dengan hemoglobin (Hb) dalam darah
dan akan terbentuk karboksi haemoglobin sehingga oksigen tidak dapat terbawa.
Ini disebabkan karbon monoksida dapat mengikat 250 kali lebih cepat dari
oksigen.
Gas ini juga dapat
mengganggu aktivitas selular lainnya yaitu dengan mengganggu fungsi organ yang menggunakan
sejumlah besar oksigen seperti otak dan jantung. Gejala klinis saturasi darah
oleh karbon monoksida adalah sebagai berikut: (Marylin.D,2000)
1)
Konsentrasi
CO dalam darah kurang dari 20%, tidak ada gejala.
2)
Konsentrasi
CO dalam darah 20%, gejala nafas menjadi sesak.
3)
Konsentrasi
CO dalam darah 30%, gejala sakit kepala, lesu, mual, nadi dan pernapasan
meningkat sedikit.
4)
Konsentrasi
CO dalam darah 30% hingga 40%, gejala sakit kepala berat, kebingungan, hilang
daya ingat, lemah, hilang daya koordinasi gerakan.
5)
Konsentrasi
CO dalam darah 40% sampai 50%, gejala kebingungan makin meningkat dan setengah
sadar.
6)
Konsentrasi
CO dalam darah 60% hingga 70%, gejala tidak sadar, kehilangan daya mengkontrol
feses dan urin.
7)
Konsentrasi
CO dalam darah 70% hingga 80%, gejala koma, nadi menjadi tidak teratur,
kematian karena kegagalan pernapasan.
1.5
DAMPAK KERACUNAN GAS MONOKSIDA TERHADAP KESEHATAN
Karakteristik
biologik yang paling penting dari CO adalah kemampuannya untuk berikatan dengan
hemoglobin, pigmen sel darah merah yang mengangkut oksigen keseluruh tubuh.
Sifat ini menghasilkan pembentukan karboksihaemoglobin (HbCO) yang 200 kali
lebih stabil dibandingkan oksihaemoglobin (HbO2). Penguraian HbCO yang relatif
lambat menyebabkan terhambatnya kerja molekul sel pigmen tersebut dalam
fungsinya membawa oksigen keseluruh tubuh. Kondisi seperti ini bisa berakibat
serius, bahkan fatal, karena dapat menyebabkan keracunan. Selain itu,
metabolisme otot dan fungsi enzim intra-seluler juga dapat terganggu dengan
adanya ikatan CO yang stabil tersebut. Dampat keracunan CO sangat berbahaya
bagi orang yang telah menderita gangguan pada otot jantung atau sirkulasi darah
periferal yang parah.
Dampak
dari CO bervasiasi tergantung dari status kesehatan seseorang pada saat terpengaruh.
Pada beberapa orang yang berbadan gemuk dapat mentolerir pengaruh CO sampai
kadar HbCO dalam darahnya mencapai 40% dalam waktu singkat. Tetapi seseorang
yang menderita sakit jantung atau paru-paru akan menjadi lebih parah apabila
kadar HbCO dalam darahnya sebesar 5–10%.
Pengaruh
CO kadar tinggi terhadap sistem syaraf pusat dan sistem kardiovaskular telah
banyak diketahui. Namun respon dari masyarakat berbadan sehat terhadap pengaruh
CO kadar rendah dan dalam jangka waktu panjang, masih sedikit diketahui.
Misalnya kinerja para petugas jaga, yang harus mempunyai kemampuan untuk
mendeteksi adanya perubahan kecil dalam lingkungannya yang terjadi pada saat
yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya dan membutuhkan kewaspadaan tinggi dan
terus menerus, dapat terganggu atau terhambat pada kadar HbCO yang berada
dibawah 10% dan bahkan sampai 5% (hal ini secara kasar ekivalen dengan kadar CO
di udara masing-masing sebesar 80 dan 35 mg/m3) Pengaruh ini terlalu terlihat
pada perokok, karena kemungkinan sudah terbiasa dengan kadar yang sama dari
asap rokok.
Beberapa
studi yang dilakukan terhadap sejumlah sukarelawan berbadan sehat yang
melakukan latihan berat (studi untuk melihat penyerapan oksigen maksimal)
menunjukkan bahwa kesadaran hilang pada kadar HbCO 50% dengan latihan yang
lebih ringan, kesadaran hilang pada HbCo 70% selama 5-60 menit. Gangguan tidak
dirasakan pada HbCO 33%, tetapi denyut jantung meningkat cepat dan tidak
proporsional. Studi dalam jangka waktu yang lebih panjang terhadap pekerja yang
bekerja selama 4 jam dengan kadar HbCO 5-6% menunjukkan pengaruh yang serupa
terhadap denyut jantung, tetapi agak berbeda.
Hasil
studi diatas menunjukkan bahwa paling sedikit untuk para bukan perokok,
ternyata ada hubungan yang linier antara HbCO dan menurunnya kapasitas maksimum
oksigen. Walaupun kadar CO yang tinggi dapat menyebabkan perubahan tekanan
darah, meningkatkan denyut jantung, ritme jantung menjadi abnormal gagal
jantung, dan kerusakan pembuluh darah periferal, tidak banyak didapatkan data
tentang pengaruh penggunnaan CO kadar rendah terhadap sistim kardiovaskular.
Hubungan yang telah diketahui tentang merokok dan peningkatan risiko penyakit
jantung koroner menunjukkan bahwa CO kemungkinan mempunyai peran dalam memicu
timbulnya penyakit tersebut (perokok berat tidak jarang mengandung kadar HbCO
sampai 15 %).
Namun
tidak cukup bukti yang menyatakan bahwa karbon monoksida menyebabkan penyakit
jantung atau paru-paru, tetapi jelas bahwa CO mampu untuk mengganggu transpor
oksigen ke seluruh tubuh yang dapat berakibat serius pada seseorang yang telah
menderita sakit jantung atau paru-paru.
Studi
epidemiologi tentang kesakitan dan kematian akibat penyakit jantung dan kadar
CO di udara yang dibagi berdasarkan wilayah, sangat sulit untuk ditafsirkan.
Namun dada terasa sakit pada saat melakukan gerakan fisik, terlihat jelas akan
timbul pada pasien yang terkena CO dengan kadar 60 mg/m3, yang menghasilkan
kadar HbCO mendekati 5%. Walaupun wanita hamil dan janin yang dikandungnya akan
menghasilkan CO dari dalam tubuh (endogenous) dengan kadar yang lebih tinggi,
pengaruh tambahan dari luar dapat mengurangi fungsi oksigenasi jaringan dan
plasental, yang menyebabkan bayi dengan berat badan rendah. Kondisi seperti ini
menjelaskan mengapa wanita merokok melahirkan bayi dengan berat badan lebih
rendah dari normal. Masih ada dua aspek lain dari pengaruh CO terhadap
kesehatan yang perlu dicatat. Pertama, tampaknya binatang percobaan dapat
beradaptasi terhadap pemajanan CO karena mampu mentolerir dengan mudah
pemajanan akut pada kadar tinggi, walaupun masih memerlukan penjelasan lebih
lanjut. Kedua, dalam kaitannya dengan CO di lingkungan kerja yang dapat
menggangggu pertubuhan janin pada pekerja wanita, adalah kenyataan bahwa paling
sedikit satu jenis senyawa hidrokarbon-halogen yaitu metilen khlorida
(dikhlorometan), dapat menyebabkan meningkatnya kadar HbCO karena ada
metobolisme di dalam tubuh setelah absorpsi terjadi.
Kadar CO :
|
Waktu kontak :
|
Dampaknya bagi tubuh :
|
100 ≤ ppm
±
30 ppm
±
1000 ppm
±
1300 ppm
>
1300 ppm
|
sebentar
8
jam
1
jam
1
jam
1
jam
|
dianggap
aman
menimbulkan
pusing dan mual
pusing
dan kulit berubah kemerah-merahan
kulit
jadi merah tua dan rasa pusing yang hebat
lebih
hebat sampai kematian
|
1.6
PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KERACUNAN GAS MONOKSIDA
1)
PENCEGAHAN
a) Jangan menggunakan
generator di dalam ruangan atau ruangan yang tertutup sebagian / penuh, seperti
garasi dan ruangan bawah tanah. Pintu dan jendela yang dibuka dapat mencegah
akumulasi karbon monoksida. Pastikan generator mempunyai jarak minimal 1 meter
pada ruangan yang terbuka di segala sisinya untuk memastikan ventilasi yang
memadai.
b) Jangan menggunakan
generator diluar ruangan, jika peletakannya dekat dengan pintu, jendela atau
lubang ventilasi yang dapat mengakibatkan CO masuk dan berakumulasi pada
ruangan yang terhuni oleh manusia.
c) Jika menggunakan
pemanas ruangan dan tungku, pastikan bahwa peralatan tersebut bekerja dalam
kondisi yang baik untuk mencegah timbulnya CO dan jangan pernah menggunakannya
pada ruangan tertutup atau dalam ruangan.
d) Pertimbangkan untuk
mengganti peralatan yang berbahan bakar bensin dengan peralatan yang dijalankan
oleh listrik atau udara bertekanan, jika tersedia.
e) Periksa sistem
pembuangan pembakaran mobil dan sistem pendingin udara anda setahun sekali,
kebocoran dalam system kecik tersebut dapat mengakibatkan masuknya CO ke dalam
mobil
f) Jika anda mengalami
gejala keracunan CO, segera keluar untuk
mendapatkan udara segar dan cari bantuan dari poliklinik terdekat.
mendapatkan udara segar dan cari bantuan dari poliklinik terdekat.
2)
PENANGGULANGAN
1)
Mengatur
pertukaran udara didalam ruang seperti mengunakan exhaustfan
2) Bila terjadi korban
keracunan maka lakukan :
a. Berikan
pengobatan atau pernafasan buatan
b. Kirim
segera ke rumah sakit atau puskesmas terdekat
3) Lakukan
evaluasi dan terapi suportif jalan nafas
4) Lakukan
intubasi orotrakhea bila terjadi gangguan ventilasi dan oksigenasi
5) Berikan
suplemen oksigen 100% melalui masker yang melekat erat ke wajah
Catatan : waktu paruh eliminasi COHb dalam serum bila bernafas dengan
udara bebas adalah 520 menit, berubah menjadi 80 menit bila bernafas dengan
oksigen 100%. Terapi oksigen sebaiknya tidak dihentikan sampai gejala hilang
dan kadar COHb < 10%
a)
Lakukan monitoring : EKG (menunjukkan gambaran sinus
takikardi dan perubahan segme ST)
b) Pikirkan penggunaan natrium bikarbonat infus bila ada
metabolik asidosis (pH darah arteri < 7
6) Pemeriksaan Laboratorium
a) Rutin : Darah lengkap, glukosa, ureum/creatinin/elektrolit,
analisa gas darah dengan kadar COHb, EKG 12 lead
b) Sesuai dengan kondisi pasien : foto rontgen thoraks (pada
cedera inhalasi yang berat, aspirasi paru, bronkopneumonia dan edema paru)
7) Terapi antidotum
Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Weaver, dkk (2002) menunjukkan bahwa 3 buah
terapi oksigen hiperbarik yang dilakukan dalam 24 jam berhasil menurunkan
resiko gejala sisa berupa kelainan kognitif dalam waktu 6 minggu dan 12 minggu
setelah keracunan gas CO. Keuntungan dari terapi oksigen hiperbarik adalah
untuk mencegah kerusakan yang disebabkan oleh gas CO bukan menghilangkan gas
tersebut.
(Penulis:
Dra. Murti Hadiyani - Staf Pusat Informasi Obat dan Makanan, Badan POM RI)
1.7 CONTOH KASUS KERACUNAN GAS MONOKSIDA
1) Akibat gas buangan
AC enam penumpang tewas didalam mobil. Pada awalnya mobil tersebut mengalami
kerusakan. dalam kondisi cuaca panas dan lelah mereka menunggu bantuan dari
kendaraan yang akan lewat. Disaat menunggu, sopir dan penumpang tertidur pulas
didalam kendaraan ber-AC tersebut. AC yang tetap menyala dan mobil yang
tertutup rapat menyebabkan gas buang AC yang berada didalam mobil tidak bisa
keluar dan terhirup oleh supir dan penumpang. Inilah yang menyebabkan mereka
tewas.
2) Empat orang tewas
ditemukan didalam mobil Mercedes Benz dijalan raya Kuningan-Cirebon.
Berdasarkan hasil visum Tim Forensik RS Gunung Jati, ditemukannya racun pada
saluran pernafasan korban berupa gas CO(Karbon Monoksida) akibat menghirup asap
knalpot yang masuk kedalam kendaraan. Asap knalpot dapat masuk kedalam mobil
karena adanya kebocoran pada knalpot dan bagian bawah body mobil.
II. INSEKTISIDA FOSFAT ORGANIC (IFO)
Menurut Emerton,DM (1989)
2.1 Pengertian umum,
Pestisida adalah semua yang dipakai untuk membasmi hama, antara lain terdiri dari :
a. Insektisida : Khusus untuk serangga
b. Rodentisida : Untuk membasmi tikus
c. Herbisida : Untuk membasmi tanaman pengganggu.
Pestisida adalah semua yang dipakai untuk membasmi hama, antara lain terdiri dari :
a. Insektisida : Khusus untuk serangga
b. Rodentisida : Untuk membasmi tikus
c. Herbisida : Untuk membasmi tanaman pengganggu.
2.2 Dua macam insektisida yang
paling banyak dipakai :
1. Insektisida hidrokarbon khorin (HK = Chlorida hydrocarbon)
2. Insektisida fosfat organik (IFO =organo phosphate insecticide)
1. Insektisida hidrokarbon khorin (HK = Chlorida hydrocarbon)
2. Insektisida fosfat organik (IFO =organo phosphate insecticide)
2.3 Sifat-sifat IFO
Insektisida penghambat kholin esterase (cholinesterase inhibitor
insecticide) merupakan insektisida poten yang paling banyak digunakan dalam
pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Dapat menembus kulit yang normal,
dapat diserap lewat paru dan saluran makanan, tidak berakumulasi dalam jaringan
tubuh seperti halnya golongan IHK.
2.4 Jenis-jenis IFO
1. Insektisida untuk dipakai
dalam pertanian :
Tolly (Malathion) Parathion
Basudin Diazinon
Phosdrin Systox
Tolly (Malathion) Parathion
Basudin Diazinon
Phosdrin Systox
2. Insektisida untuk keperluan
rumah tangga
Mafu (DDVP = Dichiorvos) Baygon (DDVP + Propoxur)
Raid (DDVP + Propoxur) Startox (DDVP + Allethrin)
Shelltox (DDVP + Pyrethroid)
Mafu (DDVP = Dichiorvos) Baygon (DDVP + Propoxur)
Raid (DDVP + Propoxur) Startox (DDVP + Allethrin)
Shelltox (DDVP + Pyrethroid)
2.5 Pathogenesis
1. IFO
bekerja dengan cara menghambat (inaktivasi) enzim asetil kholin esterase tubuh (KhE)
2. Dalam
keadaan normal, enzim KhE bekerja untuk menghidralisis Akh dengan jalan mengadakan ikatan Akh-KhE yang bersifat
inaktif.
3. Akibatnya
akan terjadi penumpukan Akh ditempat-tempat tertentu, sehingga timbul
gejala-gejala rangsangan Akh yang berlebihan, yang akan menimbulkan efek
muskarinik, nikotinik dan SSP (menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP).
4. Pada
keracunan IFO, ikatan IFO-KhE menetap (Irreversible)
Pada keracunan carbamate : bersifat sementara (reversible)
Secara farmakologik efek Akh dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu :
Pada keracunan carbamate : bersifat sementara (reversible)
Secara farmakologik efek Akh dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu :
a) Muskarinik
terutama pada otot polos saluran pencernaan makanan, kelenjar ludah dan
keringat, pupil, bronkhus dan jantung.
b) Nikotinik,
terutama pada otot-otot bergaris, bola mata, lidah, kelopak mata dan otot
pernapasan.
c) SSP,
menimbulkan rasa nyeri kepala, perubahan emosi, kejang-kejang sampai koma.
2.6
Diagnosis
Gambaran klinik
Yang palig menonjol adalah hiperaktivitas kelenjar-kelenjar ludah/air mata/keringat/urine/saluran pencernaan makanan (disngkat dengan SLUD = Salivasi, Lakrimasi, Urinasi dan diare), kelainan visus dan kesukaran bernapas.
Yang palig menonjol adalah hiperaktivitas kelenjar-kelenjar ludah/air mata/keringat/urine/saluran pencernaan makanan (disngkat dengan SLUD = Salivasi, Lakrimasi, Urinasi dan diare), kelainan visus dan kesukaran bernapas.
a)
Keracunan
ringan
- Anoriksia - Nyeri kepala - Rasa lemah
- Rasa takut - Tremor lidah - Tremor kelopak mata
- Pupil miosis
- Anoriksia - Nyeri kepala - Rasa lemah
- Rasa takut - Tremor lidah - Tremor kelopak mata
- Pupil miosis
b)
Keracunan
sedang
- Nausea - Muntah-muntah - Kejang/keram perut.
- Hipersalivasi - Hiperhidrosis - Fasikulasi otot
- Bradikardi
- Nausea - Muntah-muntah - Kejang/keram perut.
- Hipersalivasi - Hiperhidrosis - Fasikulasi otot
- Bradikardi
c)
Keracunan
berat
- Diare - Pupil “pin-Point” - Reaksi cahaya (-)
- Sesak napas - Sianosos - Edema paru
- Inkonteinensia urine - Inkotinensia feses - Konvulsi
- Koma - Blokade jantung - Akhirnya meninggal
- Diare - Pupil “pin-Point” - Reaksi cahaya (-)
- Sesak napas - Sianosos - Edema paru
- Inkonteinensia urine - Inkotinensia feses - Konvulsi
- Koma - Blokade jantung - Akhirnya meninggal
2.7 Pemeriksaan
laboratorium
a) Pemeriksaan
rutin tidak banyak menolong
b) Pemeriksaan
khusus : pengukuran kadar kHE dalam sel darahmerah dan plasma, penting untuk
memastikan diagnosis keracunan akut maupun kronik (menurun sekian % dari harga
normal)
Keracunan akut : ringan 40 – 70 % N
Sedang 20 % N
Berat < 20 % N Keracunan kronik : bila kadar KhE menurun sampai 25 – 50 %, setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segera disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kembali bila kadar KhE telah meningkat > 75 % N.
Sedang 20 % N
Berat < 20 % N Keracunan kronik : bila kadar KhE menurun sampai 25 – 50 %, setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segera disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kembali bila kadar KhE telah meningkat > 75 % N.
2.8 Pemeriksaan PA
Pada keracunan akut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas, sering hanya ditemukan adanya edema paru, dilatasi kapiler dan hiperemi paru, otak dan organ-organ lain.
Pada keracunan akut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas, sering hanya ditemukan adanya edema paru, dilatasi kapiler dan hiperemi paru, otak dan organ-organ lain.
2.9 Pengobatan
1. Resusitasi
a) Bebaskan jalan napas
b) Napas buatan + O2,
kalau perlu gunakan respirator pada kegagalan napas yang berat.
c) Infus cairan
kristaloid.
d) Hindari obat-obatan
penekan SSP
2. Eliminasi
Emesis, katarsis, kumbah lambung, keramas rambut dan mandikan seluruh tubuh dengan sabun.
Emesis, katarsis, kumbah lambung, keramas rambut dan mandikan seluruh tubuh dengan sabun.
3. Antidotum
Atropin sulfat (SA) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat-tempat penumpukannya.
Atropin sulfat (SA) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat-tempat penumpukannya.
4. Mula-mula berikan bolus intra vena 1 –
2,5 mg, pada anak 0,05 mg/kg
5. Dilanjutkan dengan 05 –1 mg setiap 5 –
10 menit sampai timbul gejala-gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering,
takhikardi, midriasis, febris, psikosis. Pada anak 0,02 – 0,05 mg/kg iv tiap 10
– 30 menit.
6. Selanjutnya setiap 2 – 4 – 6 dan 12
jam.
7. Pemberian SA dihentkan minimal 2 x 24
jam.
8. Penghentian SA yang mendadak dapat
menimbulkan “rebound efect” berupa edema paru/kegagalan pernapasan akut, sering
fatal.
Timbulnya gejala-gejala atropinisasi yang lengkap, dapat dipakai sebagai petunjuk adanya keracunan atropin.
Reaktivator KhE bekerja dengan memotong ikatan IFO-KhE sehingga timbul reaktivitas ensim KhE. Yang terkenal 2 PAM (pyrydin – 2 – aldoxime methiodide /methcloride = Pralidoxime = Protopam). Hanya bermanfaat pada keracunan IFO, kontra indikasi pada keracunan carbamate.
Dosis 1 gr iv perlahan-lahan (10 – 20 menit), diulang setelah 6 – 8 jam, hanya diberikan bila pemberian atropin telah adekuat. Pada anak-anak 25 – 50 mg/kg BB iv, maksimal 1 gr/hari, dapat diulang setelah 6 – 8 jam.
Timbulnya gejala-gejala atropinisasi yang lengkap, dapat dipakai sebagai petunjuk adanya keracunan atropin.
Reaktivator KhE bekerja dengan memotong ikatan IFO-KhE sehingga timbul reaktivitas ensim KhE. Yang terkenal 2 PAM (pyrydin – 2 – aldoxime methiodide /methcloride = Pralidoxime = Protopam). Hanya bermanfaat pada keracunan IFO, kontra indikasi pada keracunan carbamate.
Dosis 1 gr iv perlahan-lahan (10 – 20 menit), diulang setelah 6 – 8 jam, hanya diberikan bila pemberian atropin telah adekuat. Pada anak-anak 25 – 50 mg/kg BB iv, maksimal 1 gr/hari, dapat diulang setelah 6 – 8 jam.
2.9 Prognosis
Pada umumnya baik, bila pengobatan belum terlambat, beberapa kesalahan pengobatan sering terjadi, berupa :
Pada umumnya baik, bila pengobatan belum terlambat, beberapa kesalahan pengobatan sering terjadi, berupa :
a)
Resusitasi
kurang baik dikerjakan.
b)
Eliminasi
racun kurang baik.
c)
Dosis
atropin kurang adekuat, atau terlalu cepat dihentikan.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
KERACUNAN
CO DAN IFO
1.
Pengkajian Keperawatan
a.
Tanda-tanda
vital
- Distress pernapasan
- Sianosis
- Takipnoe
- Distress pernapasan
- Sianosis
- Takipnoe
b. Neurologi
IFO menyebabkan tingkat toksisitas SSP lebih tinggi, efek-efeknya termasuk letargi, peka rangsangan, pusing, stupor & koma.
IFO menyebabkan tingkat toksisitas SSP lebih tinggi, efek-efeknya termasuk letargi, peka rangsangan, pusing, stupor & koma.
c. GI Tract
Iritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulut dan esofagus, mual dan muntah.
Iritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulut dan esofagus, mual dan muntah.
d. Kardiovaskuler
Disritmia.
Disritmia.
e. Dermal
Iritasi kulit
Iritasi kulit
f. Okuler
Luka bakar kurnea
Luka bakar kurnea
g. Laboratorium
Eritrosit menurun
Proteinuria
Hematuria
Hipoplasi sumsum tulang
Eritrosit menurun
Proteinuria
Hematuria
Hipoplasi sumsum tulang
Diagnostik
Radiografi dada dasar/foto polos dada
Analisa gas darah, GDA, EKG
Intervensi secara umum
Perawatan Suportif
1. Jalan nafas
2. Pernapasan
Radiografi dada dasar/foto polos dada
Analisa gas darah, GDA, EKG
Intervensi secara umum
Perawatan Suportif
1. Jalan nafas
2. Pernapasan
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Timbul
Diagnosa .1 :
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan tubuh secara tidak normal
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan cairan
Kriteria evaluasi :
Keseimbangan cairan adekuat
- Tanda-tanda vital stabil
- Turgor kulit stabil
- Membran mukosa lembab
- Pengeluaran urine normal 1 – 2 cc/kg BB/jam
Intervensi :
Diagnosa .1 :
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan tubuh secara tidak normal
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan cairan
Kriteria evaluasi :
Keseimbangan cairan adekuat
- Tanda-tanda vital stabil
- Turgor kulit stabil
- Membran mukosa lembab
- Pengeluaran urine normal 1 – 2 cc/kg BB/jam
Intervensi :
1. Monitor
pemasukan dan pengeluaran cairan.
Rasional : Dokumentasi yang akurat dapat membantu dalam mengidentifikasi pengeluran dan penggantian cairan.
Rasional : Dokumentasi yang akurat dapat membantu dalam mengidentifikasi pengeluran dan penggantian cairan.
2. Monitor
suhu kulit, palpasi denyut perifer.
Rasional : Kulit dingain dan lembab, denyut yang lemah mengindikasikan penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk pengantian cairan tambahan.
Rasional : Kulit dingain dan lembab, denyut yang lemah mengindikasikan penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk pengantian cairan tambahan.
3. Catat
adanya mual, muntah, perdarahan
Rasional : Mual, muntah dan perdarahan yang berlebihan dapat mengacu pada hipordemia.
Rasional : Mual, muntah dan perdarahan yang berlebihan dapat mengacu pada hipordemia.
4. Pantau
tanda-tanda vital
Rasional : Hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan kekurangan cairan (dehindrasi/hipovolemia).
Rasional : Hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan kekurangan cairan (dehindrasi/hipovolemia).
5. Berikan
cairan parinteral dengan kolaborasi dengan tim medis.
Rasional : Cairan parenteral dibutuhkan untuk mendukung volume cairan /mencegah hipotensi.
Rasional : Cairan parenteral dibutuhkan untuk mendukung volume cairan /mencegah hipotensi.
6. Kolaborasi
dalam pemberian antiemetic
7. Rasional
: Antiemetik dapat menghilangkan mual/muntah yang dapat menyebabkan ketidak
seimbangan pemasukan.
1) Berikan
kembali pemasukan oral secara berangsur-angsur.
Rasional : Pemasukan peroral
bergantung kepada pengembalian fungsi gastrointestinal.
2) Pantau
studi laboratorium (Hb, Ht).
Rasional : Sebagai
indikator/volume sirkulasi dengan kehilanan cairan.
Diagnosa
2 :
Resiko pola napas tidak efektif berhubungan dengan efek langsung toksisitas IFO, proses inflamasi.
Tujuan : Pola napas efektif
Kriteria Evaluasi :
- RR normal : 14 – 20 x/menit
- Alan napas bersih, sputum tidak ada
Intervensi :
Resiko pola napas tidak efektif berhubungan dengan efek langsung toksisitas IFO, proses inflamasi.
Tujuan : Pola napas efektif
Kriteria Evaluasi :
- RR normal : 14 – 20 x/menit
- Alan napas bersih, sputum tidak ada
Intervensi :
1) Pantau
tingkat, irama pernapasan & suara napas serta pola pernapasan
Rasional : Efek IFO mendepresi SSP yang mungkin dapat mengakibatkan hilangnya kepatenan aliran udara atau depresi pernapasan, pengkajian yang berulang kali sangat penting karena kadar toksisitas mungkin berubah-ubah secara drastis.
Rasional : Efek IFO mendepresi SSP yang mungkin dapat mengakibatkan hilangnya kepatenan aliran udara atau depresi pernapasan, pengkajian yang berulang kali sangat penting karena kadar toksisitas mungkin berubah-ubah secara drastis.
2) Tinggikan kepala tempat tidur
Rasional : Menurunkan kemungkinan aspirasi, diagfragma bagian bawah untuk untuk menigkatkan inflasi paru.
Rasional : Menurunkan kemungkinan aspirasi, diagfragma bagian bawah untuk untuk menigkatkan inflasi paru.
3) Dorong untuk batuk/ nafas dalam
Rasional : Memudahkan ekspansi paru & mobilisasi sekresi untuk mengurangi resiko atelektasis/pneumonia.
Rasional : Memudahkan ekspansi paru & mobilisasi sekresi untuk mengurangi resiko atelektasis/pneumonia.
4) Auskultasi suara napas
Rasional : Pasien beresiko atelektasis dihubungkan dengan hipoventilasi & pneumonia.
Rasional : Pasien beresiko atelektasis dihubungkan dengan hipoventilasi & pneumonia.
5) Berikan O2 jika dibutuhkan
Rasional : Hipoksia mungkin terjadi akibat depresi pernapasan
Rasional : Hipoksia mungkin terjadi akibat depresi pernapasan
6) Kolaborasi untuk sinar X dada, GDA
Rasional : Memantau kemungkinan munculnya komplikasi sekunder seperti atelektasis/pneumonia, evaluasi kefektifan dari usaha pernapasan.
Diagnosa .3 :
Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kerentanan pribadi, kesulitan dalam keterampilan koping menangani masalah pribadi.
Tujuan : Koping individu efektif, tidak terjadi kerusakan perilaku adaptif dalam pemecahan masalah.
Kriteria Evaluasi :
- Klien mampu mengungkapkan kesadaran tentang penyalahgunaan bahan insektisida.
- Mampu menggunakan keterampilan koping dalam pemecahan masalah
- Mampu melakukan hubungan /interaksi social.
Intervensi :
Rasional : Memantau kemungkinan munculnya komplikasi sekunder seperti atelektasis/pneumonia, evaluasi kefektifan dari usaha pernapasan.
Diagnosa .3 :
Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kerentanan pribadi, kesulitan dalam keterampilan koping menangani masalah pribadi.
Tujuan : Koping individu efektif, tidak terjadi kerusakan perilaku adaptif dalam pemecahan masalah.
Kriteria Evaluasi :
- Klien mampu mengungkapkan kesadaran tentang penyalahgunaan bahan insektisida.
- Mampu menggunakan keterampilan koping dalam pemecahan masalah
- Mampu melakukan hubungan /interaksi social.
Intervensi :
1. Pastikan
dengan apa pasien ingin disebut/dipanggil.
Rasional : Menunjukkan penghargaan dan hormat
Rasional : Menunjukkan penghargaan dan hormat
2. Tentukan
pemahaman situasi saat ini & metode koping sebelumnya terhadap masalah
kehidupan.
Rasional : Memberi informasi tentang derajar menyangkal, mengidentifikasi koping yang digunakan pada rencana perawatan saat ini
Rasional : Memberi informasi tentang derajar menyangkal, mengidentifikasi koping yang digunakan pada rencana perawatan saat ini
3. Tetap
tidak bersikap tidak menghakimi
Rasional : Konfrontasi menyebabkan peningkatan agitasi yang menurunkan keamanan pasien.
Rasional : Konfrontasi menyebabkan peningkatan agitasi yang menurunkan keamanan pasien.
4. Berikan
umpan balik positif
Rasional : Umpan balik yang positif perlu untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan kesadaran diri dalam perilaku
Rasional : Umpan balik yang positif perlu untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan kesadaran diri dalam perilaku
5. Pertahankan
harapan pasti bahwa pasien ikut serta dalam terapi
Rasional : Keikut sertaan dihubungkan degan penerimaan kebutuhan terhadap bantuan, untuk bekerja.
Rasional : Keikut sertaan dihubungkan degan penerimaan kebutuhan terhadap bantuan, untuk bekerja.
6. Gunakan
dukungan keluarga/teman sebaya untuk mendapatkan cara-cara koping.
Rasional : Dengnan pemahaman dan dukungan dari keluarga /teman sebaya dapat membantu menngkatkan kesadaran.
Rasional : Dengnan pemahaman dan dukungan dari keluarga /teman sebaya dapat membantu menngkatkan kesadaran.
7. Berikan
informasi tentang efek meneguk insektisida
Rasional : Agar klien mengetahui efek samping yang berakibat fatal pada organ-organ vital bila menelan insektisida (baygon)
Rasional : Agar klien mengetahui efek samping yang berakibat fatal pada organ-organ vital bila menelan insektisida (baygon)
8. Bantu
pasien untuk menggunakan keterampilan relaksasi
Rasional : Relaksasi adalah pengembangan cara baru menghadapi stress.
Rasional : Relaksasi adalah pengembangan cara baru menghadapi stress.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Karbon
monoksida (CO) merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa,
dan non-iritatif, yang densitasnya relatif sedikit lebih rendah dibandingkan
dengan udara. Sumber utama karbon monoksida pada kasus kematian adalah
kebakaran, knalpot mobil, pemanasan tidak sempurna, dan pembakaran yang tidak
sempurna dari produk-produk terbakar, seperti bongkahan arang. Diluar kematian
akibat kebakaran, ada sekitar 2700 kematian yang disebabkan oleh karbon
monoksida setiap tahunnya di AS. Sekitar 2000 dari kasus ini adalah bunuh diri
dan 700-nya adalah kecelakaan. Pada kenyataannya seluruh kasus bunuh diri
tersebut melibatkan penghirupan gas buangan mobil. ( Hudak & Gallow, 2000 )
Insektisida merupakan
obat yang digunakan untuk membasmi hama,Seperti hewan serangga. Sifat dari Insektisida
adalah sebagai penghambat kholin esterase (cholinesterase inhibitor
insecticide) merupakan insektisida poten yang paling banyak digunakan dalam
pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Dapat menembus kulit yang normal,
dapat diserap lewat paru dan saluran makanan, tidak berakumulasi dalam jaringan
tubuh seperti halnya golongan IHK.
Penyebab
keracunan CO:
Menurut (Arief,2000)
Keracunan
terjadi karena sel-sel darah merah mengikat karbon monoksida lebih cepat
dibandingkan dengan oksigen. Sehingga jika ada banyak karbon monoksida di
udara, tubuh akan mengganti oksigen dengan karbon monoksida tersebut. Oksigen
dihambat oleh tubuh sehingga bisa merusak jaringan dan menyebabkan kematian.
Penanggulangan keracunan CO dan IFO
1.
Penanggulangan
Keracunan CO
a.
Mengatur pertukaran
udara didalam ruang seperti mengunakan exhaust-fan.
b.
Bila terjadi korban
keracunan maka lakukan :
1)
Berikan pengobatan
atau pernafasan buatan
2)
Kirim segera ke rumah
sakit atau puskesmas terdekat.
2.
Penanggulangan
Keracunaan IFO
a.
Resusitasi
b.
Eliminasi
c.
Antidotum:
1) Atrofin Sulfat (SA), menghambat efek
akumulasi AKh pada tempat penumpukan.Dosis; mula-mula bolus iv 1-2,5 mg,
dilanjutkan 0,5-1 mg setiap 5-10-15 menit, sampai timbul gejala
atropinisasi..SA dihentika minimal setelah 2 x 24 jam.
2)
Reaktivator
KhE-bekerja memotong ikatan IFO-KhE, hingga timbul reaksi enzim KhE. Hanya
bermanfaat pada keracunan IFO. Dosis; 1 gram iv pelan (10-20 menit dalam
infus), dapat diulang setelah 30 mnt sebanyak 2 x 24 jam.
DAFTAR
PUSTAKA
Arief, dkk (2000), Kapita
Selekta Kedokteran ed. 3, jilid 2, Medika
Aesculapius,Jakarta.
Riyawan.com | Kumpulan Artikel & Makalah Keperawatan Farmasi
Marylin. D (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, EGC Jakarta.
Riyawan.com | Kumpulan Artikel & Makalah Keperawatan Farmasi
Marylin. D (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, EGC Jakarta.
InfoPOM Badan POM Volume 5 No.
1 Januari 2004, Keracunan YanDisebabkan
Gas Karbon Monoksida, Jakarta.
Riyawan.com ] Kumpulan Artikel Keperawatan Farmasi
Riyawan.com ] Kumpulan Artikel Keperawatan Farmasi
Olson, KR, 2004 Cargbon
Monoxide, Poisoning & Drug Overdose, Fourth
edition, Mc. Graw Hill,
Singapore
Emerton, D M ( 1989 ) Principle
And Practise Of nursing , University of Quennsland
CONTOH
SOAL
KEGAWATDARURATAN (KERACUNAN CO DAN IFO)
1.
Di
bawah ini yang termasuk sumber utama CO pada kasus kematian, di antaranya …
A.
Kebakaran
B.
Kenalpot
mobil
C.
Bongkahan
arang
D.
Rodentisida
Jawab:A
2.
IFO merupakan inseksida poten yang
paling banyak digunakan dalam pertanian dengan toksisitas yang tinggi yang
mempunyai sifat sebagai berikut…
A.
Mudah
menembus kulit yang normal
B.
Dapat di serap melalui paru-paru
C.
Tidak
berakumulasi dalam jaringan tubuh
D.
Tidak
dapat di serap melalui saluran pencernaan
Jawab : A
3.
Rencana intervensi dari diagnosa pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan
efek langsung toksisitas IFO di antaranya …
A.
Catat
adanya mual dan muntah
B.
Dorong
untuk batuk atau nafas dalam
C.
Berikan
umpan balik positif
D.
Pantau tingkat, irama dan suara pernafasan
Jawab :C
4.
Di antara tanda
keracunan yang merupakan tanda keracunan berat adalah…
A.
Blokade
jantung
B.
Tremor
lidah
C.
Inkontenensia
urine
D.
Rasa
lemah
Jawab:B
5.
Yang termasuk peptisida untuk membasmi hama
antara lain, kecuali…
A.
Insektisida
B.
Rodentisida
C.
Fungisida
D.
herbisida
Jawab : A
0 comments:
Posting Komentar