Selasa, 03 Juni 2014

ATRESIA ANI / ANUS IMPERFORATA

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN
ATRESIA ANI/ANUS IMPERFORATA

1.      Landaasan Teori
1.1  Pengertian :
1)   Atresia ani adalah struktur anus yang terjadi ketika dua bagian usus gagal untuk bertemu in uteru atau bila membran diantaranya tidak diabsorbsi.
2) Atresia ani adalah komplikasi perkembangan embriotik pada distal usus (anus) atau tertutupnya anus secara abodiminal (survadi, S.Kp, 2001 : 157).
3)   Atresia ani adalah kelainan congenital dimana tidak ada lubang tetap pada anus.
1.2  Etiologi
1)    Secara pasti belum diketahui
2)    Merupakan anomaly gastrointestinal dan genitourinay.
1.3  Pembagian
Lodd dan Gross (1996) dikutip Ngastiyah (1997) membagi anus imperforata dalam 4 golongan.
1.4  Klasifikasi
1.4.1      Tipe Rendah (Translevator)
1.4.2      Tipe Intermediet
Rectum sampai dipuborecctalis (tali tidak melewati) bisa berakhir buntu atau mempunyai fistla antara rectum dan bulbusurcctalis atau bagian atas vagina.             
1.4.3      Tipe Tinggi
Pada tipe ini ujung distal bisa buntu tapi sering berakhir dengan fistula kearah uretra atau vesika urinaria atau bagian atas vagina.
1.5  Patifisiologi
1)  Anus dan rectum, berkembang dari embrionik bagian belakang, ujung ekor dari bagian belakang berkembang jadi kloaka yang merupakan egenito urinary dan struktur anorectal.
2)    Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorectal.
3)  Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kotor antara 7 dan 10 minggu dalam perkembangan fotal.
4)  Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada retra dan vagina.
5)  Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstraksi.


1.6  Manifestasi Klinis
1)      Bayi muntah-muntah pada 24 – 48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi mekonium.
2)      Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
3)      Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal
4)      Mekonium keluar melalui sebuah fishila atau anus yang salah letaknya
5)      Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstraksi usus bila tidak ada fistula.
1.7  Komplikasi
1.7.1  Asidosis hiperkloremia
1.7.2  Infeksi saluran cerna yang berkepanjangan
1.7.3  Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
1.7.4  Komplikasi jangka panjang :
1)      Eversi mukosa anal
2)      Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
3)      Impaksi dan obstipasi (akibat diatasnya anal atau impaksi)
4)      Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training
5)      Inkortinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)
6)      Prolap mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan persisten)
7)      Fistula kambuh karena (tegangan diare pembedahan dan infeksi)

1.8  Pemeriksaan diagnostik
1)  Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini.
2) Jika ada fistula, urine dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel cpithclial mekonium.
3) Pemeriksaan sinar X lateralinversi (tehnik wangesteen-rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada atau didekati perineum, dapat menyesatkan jika rectum penuh deretan mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
4)  Utrasound dapat digunakan untuk menentukan letak kantong rectal
5)  Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan cara menusukkan jarum tersebut sambil melakukan aspirasi. Jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm, detek tersebut dianggap sebagai defek tingkat tinggi.
1.9  Penatalaksanaan
1.9.1  Medik
1)    Eksisi membran anal
2) Fistula yaitu dengan mengunakan kolostomi sementara (ransveskolostomi dan sigmoidostomi).
1.9.2  Keperawatan
1)  Padsa semua kasus yang memerlukan tindakan pembedahan sebelum tindakan itu bayi dipasang infus, sering diisap cairan lambungnya dan dilakukan observasi TTV
2)  Kepada orang tuanya perlu diberitahukan mengenai kelainan pada anaknya dan keadaan tersebt diperbaiki dengan jalan operasi.
3)   Pada atresia ani perlu diterangkan bahwa operasi akan berlangsung 2 tahap yaitu tahap pertama harus dibuatkan anus dan setelah umur 3 bulan atau lebih dilakukan operasi tahapan kedua.
4)  Karena pada bayi dilakukan anus buatan maka orang tua perlu memperhatikan kebersihan daerah tersebut untuk mencegah terjadinya infeksi sebelum dipulangkan orang tua diberitahu bagaimana cara merawat anus buatan tersebut.
5)     Perlu diperhatikan kesehatan bayi agar operasi tahap kedua dapat dilaksanakan tepat pada waktunya agar bayi selalu dibawa konsultasi secara teratur.

 2.      Landasan Asuhan Keperawatan
2.1  Pengkajian
2.1.1  Identitas Klien
1)      Terjadi pada bayi baru lahir
2)      Atresia ani imperforata terjadi pada satu dari 1500 – 5000 kelahiran hidup.
3)      Anus imperforata sama banyaknya baik pada laki-laki maupun perempuan.
2.1.2  Keluhan Utama
Mekonium tidak bisa keluar      
2.1.3  Riwayat Penyakit Sekarang
Mekonium tidak bisa keluar dalam 24-48 jam pertama setelah lahir, perut kembung, muntah berwarna hijau, dan nyeri abdomen, disertai distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstraksi (bila tidak ada fistula) atau hasil pemeriksaan, bayi baru lahir dengan test anorectal tidak bisa masuk.
2.1.4  Riwayat Penyakit Dahulu
Antenatal care : faktor predisposisi : kemungkinan ibu hamil pernah mengkonsumsi jamu dan obat-obatan.
2.1.5  Keluhan Nutrisi
Pola nutrisi didapatkan penurunan minum asi dan pernah muntah berwarna hijau.
2.1.6  Kebutuhan Eliminasi
Mekonium tidak bisa keluar
2.1.7  Pemeriksaan
1)    Pemeriksaan Fisik
Bila pemeriksaan dilakukan segera setelah bayi lahir secara spesifik dengan termometer tidak bisa masuk rectal.
2)     Pemeriksaan lanjutan
(1)   Distensi abdomen, menonjol, kembung, nyeri abdomen, masa pelvis teraba.
(2)   Anus, ujung rectum buntu, bila anus terlihat normal penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perinium.
(3)   Vagina terdapat mekonium (pada bayi dengan fistula urogenital).
2.2  Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan atresia ani adalah (Marlene Mayers, 1999 : 155)
2.2.1        Diagnosa keperawatan pre operasi
1)      Resiko kekurangan volume cairan b/d muntah
2)      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d muntah, puasa
3) Gangguan rasa nyaman nyeri b/d kembung dan perut membuncit (distensi abdomen).
4)     Resiko aspirasi b/d muntah
5)     Kurangnya pengetahuan orang tua b/d kurang informasi tentang penyakit
6)     Perubahan eliminasi BAB b/d fecal tidak keluar (obstruksi).
2.2.2        Diagnosa keperawatan post operasi
1)      Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b/d post anastesi
2)  Resiko gangguan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang, ketidak mampuan mentoleransi peroral.
3)     Gangguan eliminasi b/d perubahan defekasi melalui kolostomi
4)     Nyeri b/d insisi pembedahan
5)     Resiko gangguan intogritas kulit b/d tindakan pembedahan, sering defekasi.
6) Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi tentang perawatan kolostomi dirumah.
2.3  Intervensi
2.3.1        Diagnosa Pre Operasi
1)      Diagnosa Keperawatan I
Tujuan : Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi
 Kriteria hasil :
(1)   Tidak mengalami dehidrasi
(2)   UUB (< 2 tahun) datar
(3)   Mata tidak cowong
(4)   Bibir lembab
(5)   Turgor kembali dalam 1 detik
(6)   BB kembali seperti semula
(7)   Urine 1 – 2 cc/kg BB/hr
Intervensi :
(1)   Monitor tanda-tanda dehidrasi
R/Menunjuk status dehidrasi atau kemungkinan untuk
peningkatan penggantian cairan.
(2)   Monitor cairan yang masuk dan keluar
R/ Memberikan indikator langsung keseimbangan cairan
(3)   Monitor BB
R/ Mengidentifikasi status cairan serta memastikan kebutuhan metabolik
(4)   Berikan cairan sesuai kebutuhan dan program terapi.
R/ Dapat diperlukan untuk mempertahakan perfusi jaringan adekuat atau fungsi organ.
 2)      Diagnosa Keperawatan II
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
(1)   Klien tidak mntah
(2)   Mengkonsumsi nutrisi sesuai kebutuhan
(3)   Tidak terjadi penurunan BB
Intervensi
(1)   Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan
R/ Menambah kebutuhan komponen yang keluar dan mencegah status katabolisme.
 (2)   Pantau pemasukan makanan selama perawatan
R/ Memberikan kesempatan untuk mengobservasi penyimpangan dari normal atau dasar pasien dan mempengaruhi pilihan intervensi.
(3)   Timbang berat badan tiap hari
R/ Kehilangan atau peningkatan dini menunjukkan perubahan hidrasi tetapi kehilangan lanjut diduga ada defecit nutrisi.
 3)      Diagnosa Keperawatan III
Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil :
(1)   Tidak kembung
(2)   Bising usus 5  35 x/menit
(3)   Tidak rewwl
Intervensi :
(1)   Pertahankan status puasa
R/ Menurunkan ketidak nyamanan pada peristaltik usus dini dan iritasi gaster atau muntah.
(2)   Auskultasi bising usus, catat bnyi tidak ada atau hiperaktif
R/ Menentukan kembalinya peristaltik usus.
(3)   Ukur lingkar abdomen
R/ Memberi bukti kuantitas perubahan distensi gaster atau usus dan atau akumulasi cairan.
 2.3.2        Diagnosa Post Operasi
1)      Diagnosa Keperawatan I
Ketidak efektifan jalan nafas b/d posi anastesi
Tujuan : Jalan nafas efektif
Kriteria hasil :
(1)   Respirasi normal
(2)   Bunyi nafas bersih
(3)   Suara nafas vesikuler
Intervensi :
(1)   Pertahankan status puasa
R/ Istirahat usus menurunkan peristaltik dimana menyebabkan malabsorbsi atau kehilangan nutrien.
(2)   Lakukan penghisapan lendir dengan hati-hati
R/ Obstruksi jalan nafas dapat terjadi karena adanya mukus atau sekret dalam tenggorokan atau trakea.
(3)   Berikan oksigen sesuai kebutuhan à sesuai advise
R/ Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran gas.
(4)   Monitor sistem pernafasan tiap jam
R/ Dilakuakn untuk memastikan efektifitas perbatasan sehingga upaya memperbaikinyha dapat segera dilakukan.
(5)   Atur posisi tidur klien
R/ Sokong tangan atau bantal dan lain-lain membant menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
 2)      Diagnosa Keperawatan II
Gangguan status ntrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak kuat.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
(1)    Dapat mentoleransi diit sesuai kebuthan secara parenteral atau peroral.
Intervensi :
(1)   Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan
R/ Menambah kebuthan komponen yang keluar dan mencegah status katabolisme.
(2)   Observasi dan catat secara adekuat intake dan output
R/ Pengamatan yang akurat dapat menentukan tindakan selanjutnya terutama dalam penentuan diit yang disesuaikan dengan kebutuhan.
(3)   Kaji dan catat tanda atau gejala adanya perubahan nutrisi tiap 4 jam.
R/ Adanya tanda-tanda perubahan nutrisi yang kurang menunjukkan intake yang tidak adekuat.
(4)   Timbang BB tiap hari
R/ Kehilangan atau peningkatan dini menunjukkan perubahan hidrasi tetapi kehilangan lanjut diduga ada defisit cairan.
 3)      Diagnosa Keperawatan III
Ganggan eliminasi b/d perubahan defekasi melalui kolostomi.
Tujuan : Kebutuhan eliminasi terpenuhi
Kriteria Hasil :
(1)   Mekonium atau feces bisa keluar lewat anus buatan dengan lancar.
(2)   Konsistensi lembek.
Intervensi :
(1) Selidiki perlambatan awitan atau tidak adanya kesuaraan auskultasi bising usus.
R/ Kolostomi atau dinamik apsca operasi biasanya membaik dalam 48-71 jam perlambatan dapat menandakan ilcus atau obstruksi statis menetap yang dapat terjadi pasca operasi karena edema.
(2) Informasikan pasien dengan kolostom bahwa pada awalnya keluaran cairan cari.
R/ Usus halus mulai melakukan fungsi absorbsiami.
(3) Tinjau ulang pola diit dan jumlah nutrisi melalui parenteral menentukan keluaran mekonium.
R/ Masukan adekuat dan nutrisi parenteral menentukan keluaran mekonium.

2.4  Implementasi
Pada tahap pelaksanaan merupakan kelanjutan dari rencana keperawatan yang telah ditetapkan dengan lanjut untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal, pelakasanaan tindakan keperawatan pada prinsipnya adalah :
1)      Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh.
2)      Mempertahankan kebutuhan nutrisi tetap tercukupi
3)      Memenuhi kebutuhan rasa nyaman
4)      Mencegah terjadinya aspirasi
5)      Mengatasi masalah eliminasi BAB
6)      Mempertahankan ketidak efektifan bersihan dan nafas.
7)      Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang perawatan dirmah dan kebutuhan evaluasi.

2.5  Evalusi
Evaluasi merupakan tahap dimana proses keperawatan menyangkut pengumpulan dan obyektif dan subyektif yang dapat menunjang masalah apa yang terselesaikan apa yang perlu dikaji dan direncanakan, dilaksanakan dan dinilai apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum sebagian tercapai atau timbul masalah baru.

0 comments:

Posting Komentar