Selasa, 03 Juni 2014

BRONKOPNEUMONIA

 
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN
BRONKOPNEUMONIA
 1.  LANDASAN TEORI
1.1        PENGERTIAN

1)     Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572).
2)     Bronchopneumonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan diameter sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronchi. (Sylvia A. Price & Lorraine M.W, 1995 : 710).
3)     Menurut Whaley & Wong, Bronchopneumonia adalah bronkiolus terminal yang tersumbat oleh eksudat, kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan di dekat lobulus, disebut juga pneumonia lobaris.
4)     Bronchopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya menyerang di bronkeoli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang membentuk bercak-barcak konsolidasi di lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh.(Sudigdiodi dan Imam Supardi, 1998). 
Kesimpulannya bronchopneumonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan oleh agen infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan sekitar alveoli.
5)     Bronchopneumonia adalah suatu peradangan pada paru dimana tidak saja jaringan paru tetapi juga pada bronchioli yang disebabkan karena virus, bakteri, mycoplasma, pneumonia, jamur, aspirasi, pneumonia holistic, dan sindrom loffer. (Dr. Nursalam, 2005:113)
6)     Pneumonia adalah radang parenkim paru. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada sejumlah penyebab noninfeksi yang kadang-kadang perlu dipertimbangkan. Penyebab noninfeksi ini meliputi, tetapi tidak terbatas pada aspirasi makanan dan atau asam lambung, benda asing hidrokarbon, dan bahan lipid. Reaksi hipersensifitas dan pneumotis akibat obat atau radiasi (Nelson Vol. 2, 2000:883)

1.2        ETIOLOGI
Penyebab dari bronkopneumonia adalah:
1)      Bakteri, seperti stapilococcus, streptococcus
2)      Virus, seperti virus influenza
3)      Jamur, seperti candida albicans
4)      Aspirasi karena makanan, benda asing
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya bronkopneumonia adalah penyakit menahun, trauma paru, berat badan anak yang turun karena KKP.
1.3        KLASIFIKASI
Klasifikasi pneumonia pada anak-anak menurut etiologinya :
1)      Infeksi-infeksi bakteri
1.      Pneumokokus
2.      Streptokokus
3.      Stafilokokus
4.      Haephilos Influensae
5.      Pseudomonas aeruginosa
6.      Basilus tuberkulosa

2)      Infeksi-infeksi virus atau kemungkinan oleh virus
1.      Pneumonitis interstisial dan bronkeolitis
2.      Pneumonial sel raksasa
3.      Influensae
3)      Infeksi-infeksi lain
1.      Pneumonia pneumocystis carini
2.      Demam Q
3.      Pneumonia mycoplasma pneumoniae
4.      Treponema palidum
5.      Nokardiosis
6.      Aktinomikotis
7.      Khlamidia
8.      Ornitosis
9.      Psitakosis
4)      Infeksi-infeksi mikosis / jamur
1.      Aspergilosis
2.      Koksidioidomikosis
3.      Histoplasmosis
4.      Blastomikosis
5.      Mukormikosis
6.      Sporotrikosis
7.      Sakit guam
5)      Aspirasi
1.      Kandungan-kandungan amniotik (anotesia janin)
2.      Bahan makanan
3.      Benda-benda asing
4.      Seng strearat
5.      Debu
6.      Hidrokarbon-hidrokarbon
7.      Zat-zat lipid
6)      Sindroma loffler
7)      Pneumonia Hipostatis


1.4        PATOGENESIS
Menurut Dra. Jumiarni Ilyas, dkk,1993;105, perjalanan penyakit bronkopneumonia adalah:
1)    Pada anak (usia lebih dari 1 tahun),yang gizinya buruk, biasanya timbul karena komplikasi dari ISPA yang ditandai dengan suhu tubuh meningkat, batuk hebat, sesak nafas, gelisah, sianosis, penurunan kesadaran.
2)  Pada bayi (kurang dari 1 minggu), pneumonia timbul karena aspirasicairan ketuban atau sekret jalan lahir ibunya sewaktu dilahirkan. Dicurigai bila bayi menjadi lemah, tidak mau minum, dan sesak nafas.

1.5        PATOFISIOLOGI
Kuman yang masuk bersama sekret ke dalam paru melalui saluran nafas dapat menyebabkan reaksi radang berupa sembab seluruh alveoli yang terkena disusul infiltrasi sel radang mulai dari stadium kongesti sampai dengan stadium resolusi. Gambaran dari stadium-stadium tersebut adalah bakteri atau kuman yang masuk kedalam paru-paru melalui jalan pernafasan.
1. Stadium kongesti
Kapiler melebar dan kongesti serta didalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak
2. Stadium hepatisasi merah
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat, warna merah, tidak mengandung udara
3. Stadium hepatisasi kelabu
Lobus tetap padat warna merah menjadi pucat kelabu, permukaan alveoli suram diliputi fibrin dan leukosid terjadi fagositosis dan kapiler tiada lagi kongesti.
4. Stadium resolusi
Eksudat berkurang, makrofag bertambah dan leukosid nekrose dan degenerasi lemah, fibrin direabsorbsi dan menghilang

      1.6   GAMBARAN KLINIS
Menurut Ngastiyah; 1997; 41, gambaran klinis bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari suhu tubuh dapat naik secara mendadak  sampai  39-40o C dan disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispneu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut, kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, tapi setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif.
Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosa dengan pemeriksaan fisik tetapi dengan adanya nafas dangkal dan cepat, pernafasan cuping hidung, dan sianosis sekitar hidung dan mulut dapat diduga adanya bronchopneumonia. Hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luas daerah auskultasi yang terkena. Pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan sedang pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronchi basah, nyaraing halus atau sedang. Bila sarang bronchopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronchi terdengar lagi. 
   
     1.6.1.        KOMPLIKASI
Komplikasi yang terdapat terjadi yaitu emfiema, otitis media akut, atelekstatis, emfisema dan meningitis. Komplikasi ini tidak terjadi bila diberikan antibiotik secara tepat.

1.7        PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.7.1  Foto thorax
Pada foto thorax pada bronchopneumonia terdapat bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus
1.7.2  Laboratorium
Menurut Ngastiyah,1997;41. pemeriksaan lab pada kasus broncopneumonia meliputi :
-  Gambaran darah tepi menunjukkan leukositosis, dapat mencapai 15.000-40.000/mm3 dengan pergeseran kekiri. Kuman dapat dibiakkan dari usapan tenggorok atau darah.
-  Urine bisanya berwarna lebih tua, mungkin terdapat albuminuria ringan karena suhu yang naik dan sedikit thorax hialin.
-    Analisa gas darah arteri terjadi asidosis metabolic dengan atau tanpa retensi CO2 .  
1.8        PROGNOSA
Menurut Ngastiyah; 1997; 41, prognosa dari kasus bronchopneumonia adalah dengan pemberian antibiotik yang tepat dan akurat, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1 %. Bila pasien disertai malnutrisi energi protein (KEP) dan pasien yang datang terlambat angka mortaltasnya masih tinggi.
1.9        PENATALAKSANAAN
1.9.1        Medik
Pengobatan yang diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal itu perlu waktu dan perlu terapi secepatnya maka diberikan. :
1)  Peniccillin 50.000 U/kg BB/ hari ditambah kloramfenikol 50-70 mg/kg/BB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spectrum luas seperti ampisillin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari.
2)   Pemberian oksigen dan cairan intra vena biasanya diberikan campuran glukosa 5 % dan NaCl 0,9 % dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan Kcl 10 mEq/500 ml/botol infus
3)  Karena sebagian besar pasien berada dalam keadaan asidosis metabolic akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai hasil analisa darah arteri. Pada bronchopneumonia ringan tidak usah dirawat di RS
 1.9.2        Keperawatan
Sering kali pasien bronchopneumonia yang dirawat di RS datang sudah dalam keadaan payah, dispnea, pernafasan cuping hidung dan gelisah
Masalah yang perlu diperhatikan adalah menjaga kelancaran pernafasan, kebutuhan istirahat, kebutuhan nutrisi atau cairan, mengontrol suhu tubuh, mencegah komplikasi, dan kurangnya pengetahuan orang tua terhadap penyakit. 


2.  LANDASAN ASUHAN KEPERAWATAN
2.1        PENGKAJIAN
2.1.1        Identitas klien
Terjadi terutama pada bayi kurang dari 1 minggu dan anak kurang dari 1 tahun
Tempat tnggal keluarga yang menyebabkan bronkopneumonia, misalnya sekitar pabrik atau llingkungan banyak debu serta kebiasaan yang mendukung terjadinya penyakit
2.1.2        Keluhan utama
Sesak nafas
2.1.3        Riwayat penyakit sekarang
Didahului dengan infeksi traktus respiuratorius atas selama beberapa hari, suhu tubuh dapat naik secara mendadak sampai 39-40 o C dan disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut, kadang-kadang disertai muntah dan diare.
2.1.4        Riwayat penyakit dahulu
Infeksi saluran nafas bagian atas yang dialami dapat disebabkan oleh bahan-bahan lain, misalnya aspirasi minyak, mineral, inhalasi bahan
 bakar organic (uap kimia), debu pabrik, aspirasi cairan ketuban.
2.1.5        Riwayat penyakit keluarga
Ada anggota keluarga menderita penyakit paru-paru atau penyakit pernafasan lainnya keadaan ini dapat memberikan petunjuk kemungkinan penyakit tersebut diuraikan.
2.1.6        Riwayat psikososial spiritual
Riwayat psiko merupakan respon anak terhadap penyakit dan dampak dari hospitalisasi sesuai dengan tahap perkembangannya yaitu takut dan menangis bila didekati oleh orang yang tidak di kenal.
2.1.7        ADL ( Activity daily life )

1)      Pola nutrisi didapatkan penurunan nafsu makan dan muntah
2)      Pola istirahat didapatkan kelemahan karena sesak dan suhu lebih tinggi sehingga harus lebih banyak istirahat.
3)      Pola aktivitas terganggu karena sesak dengan adanya terapi istirahat di tempat tidur, kelelahan akibat peningkatan upaya bernafas.
4)      Pola eliminasi kadang-kadang diare sedangkan pada eliminasi urine tidak ada gangguan. Kecuali jika panas tinggi kemungkinan output urine tinggi.
5)      Pola personal higiene pemenuhannya dengan bantuan keluarga karena klienharus  beristirahat dan beraktivitas terbatas.

2.1.8        Pemeriksaan 
Pemeriksaan dimulai dari kepala sampai kaki dan pada pasien bronchopneumonia adalah senbagai berikut :
(1)         Pemeriksaan umum
Kesadaran compos mentis sampai koma, keadaan umum lemah dan gelisah, suhu tubuh 39-40 o C, nadi cepat dan lemah, respirasi cepat dan dangkal, BB sesuai dengan umur.
(2)         Pemeriksaan fisik
-    Kepala dan leher pemeriksaannya meliputi keadaan kepala, rambut, mata, hidung terdapat kesukaran bernafas, pernafasan cuping hidung, sianosis di sekitar mulut, pada leher terdapat gerakan supra sternal.
-    Dada didapatkan perkusi redup, adanya suara nafas tambahan, ronchi halus pada sisi yang sakit tetapi temuan ini jarang ditemukan pada anak yang besar. Pada sisi paru-paru yang berlawanan suara pernafasan mungkin berlebihan, retraksi pada tulang supra klavikula, ruang intercostae dari subsostae, tachipnea serta tachicardi serta adanya getaran yang berlebihan pada palpasi.
-    Abdomen distensi, menonjal, distensi lambung, akibat udara yang tertekan. Hati mungkin lebih membesar akibat pergeseran dari diafragma kebawah kalau ada gagal jantung kongesti yang menyertai.
(3)         Pemeriksaan penunjang
Menurut Ngastiyah; 1997; 41, pemeriksaan laborat didapatkan leukosit meningkat mencapai 15.00-40.000/cm3, urine biasanya lebih tua dan terdapat albuminuria ringan dan pada analisa gas darah tepi menunjukkan asidosis metabolic dengan atau beberapa lobus.


2.2        DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkn timbul pada klien dengan bronchopneumonia adalah
(1)     Ketidakefektifan bersihan jalan nafas; perubahan pola nafas; kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan produksi mucus kental pada paru dan ketidak efektifan  batuk. 
(2)         Hipertermi berhubungan dengan adanya bakteri dan infasi virus
(3)   Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara pemasukan dan pengeluaran oksigen
(4)   Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan dampak dari usaha peningkatan proses bernafas
(5)    Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai proses penyakit dan perawatan dirumah

2.3        INTERVENSI
2.3.1        Dx  I : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas; perubahan pola nafas; kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan produksi mucus kental pada paru dan ketidakefektifan batuk
Tujuan : Bersihan jalan nafas, pola nafas, dan pertukaran gas efektif  dengan criteria pernafasan spontan, suara nafas vesikuler,frekwensi pernafasan normal (30-60 x/menit pada bayi dan 15-30 x pada anak), tidak sesak dan tidak sianosis, batuk spontan, analia gas darah normal (Pa O2 80-100 dan Pa CO2 35-45).
Intervensi:
(1)    Lakukan auskultasi suara 2 –4 jam
R/ Mengetahui obstruksi pada saluran nafas dan manifestasinya pada suara nafas
(2)    Berikan posisi kepala lebih tinggi dari posisi badan dan kaki.
R/ Penurunan diagfragma dapat membantu ekspansi paru maksimal
(3)    Latih dan anjurkan klien untuk batuk efektif
R/ Batuk merupakan mekanisme alamiah untuk mengeluarkan benda asing dari saluran nafas dengan baik dan benar.
(4)    Ubah posisi klien sesering mungkin tiap 2 jam.
R/ Posisi klien yang tetap secara terus-menerus dapat mengakibatkan akumulasi sekret dan cairan pada lobus yang berada di bagian bawah.
(5)    Lakukan suction bila perlu.
R/  Peningkatan mucus/lendir di saluran nafas dapat menyumbat jalan nafas.
(6)    Monitor tanda vital tiap 4 jam
R/  Peningkatan frekwensi nafas mengindikasikan tingkat keparahan  .
(7)    Lakukan kolaborasi pemberian oksigen
R/ Kebutuhan oksigen yang masuk ketubuh dapat dibantu dengan tambahan yang diberikan
(8)    Lakukan pemijatan dinding dada serta pemberian nebulizer, hati-hati pada anak yang sesak dan suhu tubuh yang tinggi
R/ Getaran dan pemijatan membantu melepaskan sekret yang menempel pada dinding saluran nafas, nebulizer merangsang batuk efektif klien.
(9) Pemberian obat ekspektoran, bronkodilator, mukolitik, dan pemeriksaan penunjang.
R/  Pelebaran saluran nafas, sekret yang mudah keluar akan memudahkan klien bernafas, deteksi sejauh mana  kebutuhan oksigen dapat diberikan dengan pemeriksaan penunjang .
2.3.2        Dx  II   : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan adanya bakteri dan invasi virus
Tujuan : Suhu tubuh dan tanda vital klien dalam batas normal dengan kriteria suhu tubuh normal 365  0 – 375 0 C (bayi), 36  0 – 37 0 C (anak), nadi normal 120 – 140 x / mnt (bayi), 100 – 120 x/mnt (anak) dan respirasi normal 30 – 60 x/mnt (bayi), 30 – 40 x/mnt (anak)
Intervensi
(1)    Monitor suhu tubuh tiap 2 – 4 jam
R/  Perubahan suhu tubuh dapat mengetahui adanya infeksi
(2)    Berikan kompres hangat
R/ Kompres hangat menurunkan panas dengan cara konduksi yaitu kontak langsung dengan objek.
(3)    Berikan antipiretik analgetik sesuai program dokter.
R/ Menurunkan panas di pusat hipotalamus.
2.3.3   Dx  II  : Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara  pemasukan dan pengeluaran oksigen.
Tujuan : Klien mampu meningkatkan aktifitas fisiknya dengan kriteria mampu melaksanakan aktifitas ringan dan mampu mempertahankan gerak.
Intervensi
(1)    Rencanakan periode istirahat sering pada klien untuk penghematan energi
R/ Istirahat yang cukup dapat mengembalikan tenaga klien secara bertahap dan mencegah pengeluaran yang berlebihan.
(2)    Ciptakan lingkungan yang tenang tanpa stress
R/ Lingkungan yang tenang dapat memberikan rasa nyaman pada klien.
(3)    Ubah posisi secara bertahap dan tingkatan aktivitas sesuai toleransi
R/ Membantu mobilisasi secara bertahap
(4)    Sertakan orang tua dalam meningkatkan kebutuhan istirahat
R/ Istirahat tidur lebih efektif dengan peran serta orang tua.
2.3.4     Dx  IV :   Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam. Kehilangan cairan berlebihan  dampak dari usaha peningkatan proses bernafas
Tujuan : Volume cairan tubuh seimbang antara intake dan output dengan kriteria kebutuhan cairan terpenuhi, urine normal, turgor kulit baik dan membran mukosa lembab, tidak demam.
Intervensi
(1)    Tingkatkan frekwensi pemasukan cairan melalui oral
R/  Membantu mengencerkan sekresi pernafasan dan mencegah statis cairan tubuh
(2)    Libatkan orang tua dalam menemukan cara untuk memenuhi kebutuhan cairan.
R/ Anak mudah dibujuk oleh orang tuanya dalam memenuhi kebutuhan cairannya
(3)    Monitor pengeluaran urine tiap 8 jam
R/ Mengetahui perbandingan antara pemasukan dan pengeluaran cairan.
(4)    Berikan cairan infus sesuai program dokter
R/ Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit.
(5)    Kolaborasi tentang pemberian antipiretik
R/ Mencegah timbulnya demam.
2.3.5  Dx  V:  Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai proses penyakit dan perawatan di rumah
Tujuan: Secara verbal keluarga dapat menjelaskan proses penyakit, penyebab dan pencegahan penyakit dengan kriteria klien / orang tua menunjukkan pemahaman mengenai intruksi evaluasi dan mengatakan rencana keperawatan untuk istirahat, cairan, diet, dan perawatan evaluasi. 
Intervensi
(1)    Berikan penjelasan pada keluarga tentang perlunya istirahat
R/ Meminimalkan gerak sehingga klien tidak kelelahan
(2)    Jelaskan perlunya diet bergizi sesuai  dengan usia dan cairan tambahan.
R/ Diet bergizi dapat menimbulkan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
(3)    Diskusikan tanda dan gejala distress pernafasan
R/ Keluarga mengetahui lebih dini gejala distress pernafasan
(4)    Jelaskan orang tua prosedur drainase postural dan perkusi.
R/ Keluarga dapat melakukannya
(5)    Berikan penjelasan pada keluarga tentang komplikasi.
R/ Mengetahui secara adanya komplikasi sehingga dapat dilakukan segera tindakan pencegahan.
(6)    Libatkan keluarga dalam setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan
R/ Menghindari kesalahpahaman dalam tindakan dan membantu peran aktif keluarga.
(7)    Ajarkan nama antibiotik dan anti piretik, dosis waktu pemberian dan tujuan serta efek sampingnya pada keluarga
R/  Keluarga dapat memberikan obat yang tepat sesuai kondisi klien.

2.4        IMPLEMENTASI
Pada tahap pelaksanaan merupakan kelanjutan dari rencana keperawatan yang telah ditetapkan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal, pelaksanaan adalah wujud dari tujuan keperawatan pada tahap perencanaan.
  2.5     EVALUASI

Evaluasi merupakan tahap dimana proses keperawatan menangkut pengumpulan data objektif dan subjektif yang dapat menunjukkan masalah apa yang terselesaikan, apa yang perlu dikaji dan direncanakan, dilaksanakan dan dinilai apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum, sebagian tercapai atau timbul masalah baru.

1 PEMBERIAN NEBULIZER
1.1  Pengertian
Suatu tindakan keperawatan dengan memberikan tindakan penguapan agar lendir lebih encer sehingga lendir lebih mudah dihisap
1.2  Tujuan
Memberikan tindakan penguapan agar lebih encer atau untuk pengobatan
1.3  Manfaat
1)      Mengencerkan lendir
2)      Mengurangi distress nafas
1.4  Indikasi
1)      Penderita tidak dapat mengeluarkan secret secara fisiologis
2)      Penderita dengan depresi pernafasan
3)      Penderita sesak dengan penumpukan sekret
1.5  Persiapan
1.5.1  Persiapan alat
1)      PZ 0,9 %
2)      Obat bronkodilator kalau perlu
3)      Nebulizer dengan berbagai bentuk
4)      Sarung tangan steril
5)      Kain penutup mata
1.5.2  Persiapan pasien
Inform consern
1.6  Pelaksanaan
1)      Cuci tangan
2)      Memberikan penjelasan pada klien dan keluarga tentangprosedur nebulizer
3)      Memakai sarung tangan
4)      Posisikan klien sesuai dengan kebutuhan
5)      Melakukan penguapan selama 10-15 menit di saluran jalan nafas
6)      Lepas sarung tangan dan cuci tangan

2 MENGHISAP LENDIR (SUCTION)
        2.1      Pengertian
Melaksanakan pembersihan saluran pernafasan lebih kedalam dengan menggunakan alat penghisap lendir (sekresi) baik melalui hidung, mulut, maupun trakea
        2.2      Tujuan
Saluran pernafasan bebas dari sumbatan semua kotoran atau lendir sehingga pasien dapat bernafas secara normal
        2.3      Indikasi
1)      Klien dengan retensi sputum
2)      Klien dengan respirator atau endotrakeal tube
3)      Klien dengan trakeostomi
        2.4      Kontra indikasi
1)      Klien dengan TIK meningkat
2)      Klien dengan odema paru
        2.5      Persiapan
2.5.1  Persiapan alat
1)      Mesin penghisap lendir
2)      Selang penghisap lendir
·   Neonatus                           6-8 Fr
·   Bayi sampai 6 bulan          6-8 Fr
·   18 bulan                            8-10 Fr
·   24 bulan                            10 Fr
·   2-4 tahun                           10-12 Fr
·   4-7 tahun                           12 Fr
·   7-10 tahun                         12 Fr
·   10-12 tahun                       14 Fr
·   Dewasa                             12-16 Fr
3)      Air steril dan PZ dalam tempatnya
4)      Pinset anatomi untuk memegang selang
5)      Spatel atau sudip lidah yang terbungkus kasa
6)      Sarung tangan
7)      Pengalas
2.5.2  Persiapan pasien
1)      Bila sadar dan reflek gag berfungsi, baringkan klien pada posisi semi fowler dengan kepala miring ke satu sisi untuk penghisapan oral. Baringkan klien pada posisi fowler dengan leher ekstensi untuk penghisapan nasal
2)      Bila tidak sadar, baringkan klien dengan posisi lateral menghadap pada anda untuk penghisapan oral atau nasal
        2.6      Pelaksanaan
2.6.1  Siapkan  peralatan di samping tempat tidur
2.6.2  Cuci tangan
2.6.3  Berikan penjelasan pada klien dan keluarganya
2.6.4  Tempatkan handuk pada bantal atau di bawah dagu klien
2.6.5  Berikan oksigen terlebih dahulu sebelum dilakukan suction
2.6.6  Tuangkan air steril atau normal salin ke dalam wadah yang steril
2.6.7  Gunakan tangan yang telah memakai sarung tangan, sambungkan kateter ke mesin penghisap
2.6.8  Basahi ujung keteter dengan larutan steril, pasang penghisap dengan ujungnya terletak dalam larutan
2.6.9  Penghisapan :
1)      Orofaringeal:
Dengan perlahan masukkan kateter ke dalam mulut klien dan arahkan ke orofaring. Jangan lakukan penghisapan selama pemasangan
Nasofaringeal:
Dengan perlahan masukkan kateter ke salah satu lubang hidung. Arahkan ke arah medial sepanjang dasar rongga hidung. Jangan dorong paksa kateter, dan jangan lakukan penghisapan selama pemasangan.
2)     Sumber port penghisap dengan ibu jari. Dengan perlahan rotasi kateter saat anda menariknya. Keseluruhan prosedur tidak boleh lebih dari 15 detik.
3)     Bilas kateter denagn larutan steril dengan meletakkannya dalam larutan dan lakukan penghisapan
4)    Bila klien tidak mengalami distress pernafasan, biarkan istirahat 20-30 detik sebelum memasukkan ulang kateter
5)     Bila klien mampu minta klien untuk bernafas dalam dan batuk diantara penghisapan
6)     Hisap secret pada mulut atau di bawah lidah setelah penghisapan orofaring atau nasofaring
7)     Buang kateter dengan membungkusnya dalam tangan anda yang menggunakan sarung tangan dan lepaskan sarung tangan untuk membungkus kateter
8)     Cuci tangan
9)     Catat jumlah, konsistensi, warna, dan bau secret serta respon klien terhadap prosedur


 
3. FISIOTERAPI NAFAS
 1      Pengertian
Fisioterapi nafas adalah suatu usaha untuk mengeluarkan secret dari dalam paru-paru atau trakea untuk mempertahankan fungsi otot-otot pernafasan
2        Tujuan
1)      Untuk mempertahankan, memperbaiki, dan mencapai keefektifan dari seluruh bagian paru-paru, termasuk relaksasi otot-otot pernafasan
2)      Untuk mencegah kolaps dari bagian paru-paru yang disebabkan oleh terhambatnya sekresi secret
3)      Mengindarkan terjadinya bronkopneumonia dan komplikasi lainnya
3        Indikasi
3.1  PPOM
1)      Asma
2)      Bronkitis kronis
3)      Emfisema
3.2  Pasca operasi thorak, system kardiovaskuler
3.3  Berbaring lama
3.4  Neuromuskular dengan reflek batuk menurun
3.5  Klien yang tergantung alat ventilasi
4        Kontra indikasi
1)      Kelainan faal hemostasis
2)      Klien dengan TIK meningkat
3)      Preoperasi karsinoma paru
4)      Hemoptoe
5)      Panas
5        Persiapan klien dan alat
1)      1)   Klien diberitahu tindakan yang akan dilakukan
2)      Atur posisi klien sesuai dengan daerah mana yang akan dilakukan fisioterapi
3)      Stetoskop
4)      Bantal
5)      Handuk
6)      Bedak talk
7)      Tissue
8)      Sarung tangan
6        Macam-macam fisioterapi nafas
6.1  Latihan pernafasan (breathing exercise)
1)      Tujuan
Membantu melancarkan pengeluaran secret dan merangsang terjadinya batuk serta mendapatkan pengembangan yang maksimal dari paru yang terkena penyakit
2)      Bentuk latihan
(1)   Pernafasan diafragma
Melatih klien bagaimana cara bernafas dalam dengan menggunakan diafragma
Cara:
·         Tarik nafas lewat hidung, dihembuskan lewat mulut secara pelan-pelan.
·   Diulangi dengan frekwensi 5-20 kali tarikan nafas dan hembusan nafas lalu dibatukkan
·         Latihan nafas dilakukan tiap 1-2 jam
(2)   Batuk
Tujuannya untuk mengeluarkan benda asing dari dalam saluran nafas secara efisien termasuk mengeluarkan secret dari traktus respiratorius.
Faktor-faktor yang menunjang terjadinya batuk yang adekuat adalah:
·         SSP yang intake
·   Kemampuan menarik nafas dalam dan menghembuskan keluar dengan cepat (minimal 2 kali minite volume)
·         Fungsi glottis yang normal
·         Kekuatan otot-otot dinding depan abdomen yang cukup
6.2  Menepuk-nepuk dada (clapping)
1)      Tujuan
Membantu mendorong dalam mengeluarkan secret di dalam paru-paru yang diharapkan dapat keluar secara gaya grafitasi
2)      Cara
(1)   Cek paru-paru dengan stetoskop
(2)   Menepuk-nepuk pada dinding thorak klien (3-5 menit) pada satu daerah permukaan satu kali fisioterapi
(3)   Penepukan dapat membuat secret terlepas, sehingga udara dapat keluar ke paru-paru dan secret bisa keluar kearah bronkus dan trakea
(4)   Klien disuruh batuk
(5)   Pada waktu penepukan memperhatikan keadaan umum klien dan reaksi klien
6.3  Menggetarkan (fibrating)
1)      Tujuan
(1)   Merangsang terjadinya batuk
(2)   Membantu melancarkan pengeluaran sekret
2)      Cara
(1)  Klien disuruh bernafas diafragma
(2) Letakkan kedua tangan diatas dinding thorak pada waktu klien mengeluarkan nafas, kita lakukan tindakan menggetarkan tangan
(3)  Setelah dilakukan fibrasi sebanyak 3-4 kali lalu klien disuruh batuk
3)      Perhatian
(1)  Tindakan ini dapat dilakukan dengan menggunakan alat fibrilator
(2)  Cegah terjadinya kerusakan tulang iga dan organ-organ didalamnya
(3)  Perhatikan klien jangan sampai kesakitan
6.4  Postural drainase
1)      Tujuan
(1)   Dengan postural drainase tidak akan terjadi penimbunan secret di dalam paru-paru
(2)   Mencegah terhambatnya saluran bronkus, dengan demikian mencegah kolaps paru
2)      Hal-hal yang perlu diperhatikan
(1) Perubahan posisi dapat menyebabkan turunnya tekanan darah pada klien dengan hemodinamik yang belum stabil
(2) Penempatan posisi klien yang diperlukan hanya dilakukan sejauh tidak ada kontra indikasi
(3)   Sebaiknya dilakukan sebelum waktu makan (jangan pada saat perut penuh)
3)      Macam-macam posisi postural drainase
   Wajah berbaring, pangul ditinggikan 16-18 inci diatas bantal membuat sudut 30-45 derajat
Tujuan:Untuk mengalirkan lobus posterior bawah
     Berbaring kesamping kiri panggul ditinggikan 16-18 inci diatas bantal
Tujuan:Untuk mengalirkan segmen paru kanan lateral bawah
     Berbaring dengan punggung panggul ditinggikan 16-18 inci diatas bantal
Tujuan:Untuk mengalirkan segmen paru anterior bawah
     Duduk tegak atau semi bersandar
Tujuan:Untuk mengalirkan area paru atas & memungkinkan batuk lebih kuat
   Berbaring pada sisi kanan panggul ditinggikan diatas bantal membentuk sudut 30-45 derajat
Tujuan:Untuk mengalirkan  lobus kiri bawah

DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572, Sylvia A. Price & Lorraine M.W, 1995 : 710, .Sudigdiodi dan Imam Supardi, 1998, Dr. Nursalam, 2005:113, Nelson Vol. 2, 2000:883, Riyawan.com.
Dra. Jumiarni Ilyas,dkk (1993), Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga, Pusat Pendidikan Tenaga Kesahatan Dep. Kes RI, Jakarta
Riyawan.com | Kumpuln Artikel Farmasi & Keperawatan
Mcgrow Hill (1995), Perinatal/ Neonatal, USA
Ngastiyah  (1997), Perawatan Anak Sakit, Edisi III EGC ,Jakarta.
Staf Pengajar IKA(1985), Ilmu Kesehatan Anak UI , Jakarta

0 comments:

Posting Komentar